Noor Aini1
1SMP Muhammadiyah 1 Kalasan, Glondong, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta
Email: noorainimath@gmail.com
Abstract
The ability of Indonesian students to solve PISA questions is still relatively low. This can be seen from the average score of the PISA study results obtained from year to year since Indonesia began to participate, then in 2015 Indonesia obtained an average score of 386 which was below the international average score, so it was necessary to analyze student difficulties when solving PISA type math problems on content change and relationship, especially on mathematical representation abilities. This study uses a qualitative descriptive approach with purposive sampling as a technique for selecting research subjects that are viewed from the level of student’s abilities. The technique of data collection was done by testing the type of PISA change and relationship content, observation, and interview. Data is analyzed by qualitative techniques, namely by reducing data, presenting data, then drawing conclusions. The purpose of this study was to determine the ability of representation possessed by students in solving the PISA type of content change and relationship. The results of this study indicate that in solving the PISA type of content change and relationship, the mathematical representation ability of students is still relatively low.
Keywords: PISA, change and relationship, representation
Abstrak
Kemampuan siswa Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal PISA masih tergolong rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari skor rata-rata hasil studi PISA yang diperoleh dari tahun ke tahun sejak Indonesia mulai berpartisipasi, kemudian pada tahun 2015 Indonesia memperoleh skor rata-rata 386 yang berada di bawah skor rata-rata internasional, sehingga perlu dilakukan analisis kesulitan siswa ketika mengerjakan soal matematika tipe PISA pada konten perubahan dan hubungan, khususnya pada kemampuan representasi matematis. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan purposive sampling sebagai teknik pemilihan subjek penelitian yang ditinjau dari tingkat kemampuan siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan uji soal tipe PISA konten perubahan dan hubungan, observasi, dan wawancara. Data dianalisis dengan teknik kualitatif, yaitu dengan mereduksi data, menyajikan data, lalu menarik kesimpulan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan representasi yang dimiliki oleh siswa dalam menyelesaikan soal tipe PISA konten perubahan dan hubungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam menyelesaikan soal tipe PISA konten perubahan dan hubungan, kemampuan representasi matematika yang dimiliki siswa masih tergolong rendah.
Kata kunci:PISA, perubahan dan hubungan, representasi
Programme for International Students Assessment (PISA) merupakan studi internasional yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali untuk meneliti kemampuan siswa berumur 15 tahun yang dipilih secara acak, diantaranya kemampuan membaca (reading literacy), matematika (mathematical literacy), sains (scientific literacy), finansial (financial literacy) dan pemecahan masalah (problem solving). Studi ini dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), termasuk Indonesia (OECD, 2015).
Hasil PISA berulang kali menunjukkan bahwa siswa Indonesia dalam menyelesaikan tugas berbasis konteks masih rendah (Wijaya, 2015). Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil studi PISA siswa Indonesia mengkhawatirkan, di antaranya karena mereka tidak terbiasa menghadapi soal yang berbentuk pemodelan dan kurangnya referensi matematika yang memuat penyelesaian masalah sehari-hari seperti yang diujikan dalam studi PISA (Zulkardi dan Santoso, 2015). Maka dalam hal ini, kemampuan literasi menjadi kemampuan yang dibutuhkan oleh siswa dalam menyelesaikan soal dalam bentuk PISA.
Matematika banyak sekali kaitannya dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut kegiatan yang dialami manusia, sehingga membutuhkan pemahaman literasi dalam menyelesaikannya. Literasi matematika dapat membantu seseorang dalam memahami peran atau fungsi matematika dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan literasi begitu penting (OECD, 2015). Selanjutnya Putra, Zulkardi, dan Hartono (2016) menyatakan bahwa kemampuan matematika tidak hanya cukup dimiliki oleh seseorang dalam menghadapi kehidupan yang selalu berkembang, akan tetapi hal yang paling penting adalah bagaimana menggunakan kemampuan matematika itu untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan literasi harus diikutkan dengan kemampuan matematika karena untuk mempersiapkan siswa menghadapi masalah di kehidupannya, maka dalam hal ini sangatlah berguna peran dari literasi matematika. Namun, ternyata rendahnya kemampuan literasi matematika siswa Indonesia dari negara lain disebabkan mereka tidak terbiasa bekerja pada masalah matematika dengan kemampuan berpikir tinggi (Oktiningrum, Zulkardi, & Hartono, 2016).
Pada tingkat kurikulum, Indonesia telah berusaha merespon dengan diberlakukannya kurikulum 2006 dan kurikulum 2013. Pembelajaran yang kurang mendukung literasi matematika juga dinilai cukup memberikan kontribusi pada lemahnya literasi matematika siswa Indonesia. Maka dari itu, metode dan strategi pembelajaran yang baru banyak dikembangkan untuk meningkatkan literasi matematika siswa. Banyak guru matematika yang masih menggunakan pendekatan tradisional karena praktik mereka cenderung pada metode ceramah (Hidayah, Dwijanto, & Istiandaru, 2018), tanpa menggunakan media yang menarik dalam melatih keterampilan literasi matematika siswa. Dalam penelitian Argina (2017) mengungkap empat faktor utama yang mempengaruhi posisi Indonesia dalam PISA selama partisipasinya, yaitu dana pendidikan, kualitas dan kesetaraan guru, sistem pendidikan, dan desentralisasi pendidikan. Oleh karena itu, guru juga harus memiliki kecukupan kemampuan literasi matematika sehingga tujuan dari kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dapat tercapai. Hal ini dibuktikan oleh Stacey (2011) yang mengemukakan bahwa sistem pendidikan di negara-negara yang memiliki prestasi tinggi dalam PISA lebih difokuskan pada pelatihan guru.
Tidak semua materi di kurikulum sekolah dapat ditemui pada soal-soal PISA. Dalam domain PISA dikembangkan empat konten yang meliputi meliputi Perubahan dan Hubungan (Change and Relationship), Ruang dan Bentuk (Space and Shape), Bilangan (Quantity), dan Probabilitas/ketidakpastian dan data (Uncertainty and Data). Fungsi dan aljabar yang merupakan aspek konten matematika dalam kurikulum, memiliki kaitannya dengan konten Perubahan dan Hubungan (Change and Relationship) dalam soal PISA. Sedangkan bagi anak usia 15 tahun fungsi dan aljabar merupakan materi yang sulit dipahami. Padahal materi ini merupakan dasar dari materi-materi yang akan diperoleh selanjutnya (Fatmawati, 2016). Zulkardi (2018) menyatakan bahwa perlu mempertimbangkan tingkat pembelajaran penggunaan konteks untuk masalah matematika.
Nur (2017) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa siswa perlu menguasai salah satu kemampuan matematika yaitu kemampuan representasi sehingga memudahkan siswa dalam menyelesaikan matematika yang sifatnya rumit menjadi lebih sederhana karena kemampuan representasi dapat membantu mereka dalam memperoleh dan menciptakan suatu cara berpikir untuk menyampaikan gagasan yang bersifat matematika (Laila, Hidayat, & Hendriana, 2018). Dalam Principles and Standards for School Mathematics (NCTM), tiga standar kemampuan representasi, diantaranya (1) membuat dan menggunakan representasi untuk mengatur, merekam, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika, (2) memilih, menerapkan, dan menerjemahkan antar representasi matematis untuk memecahkan masalah, dan (3) menggunakan representasi untuk memodelkan dan menafsirkan fenomena fisik, sosial, dan matematika (Lestari, Waluya, & Siswanto, 2018). Dalam penelitian Muhamad (2017) menyatakan bahwa siswa dapat terbantu dalam membangkitkan konsep, mengungkapkan ide-ide matematis, dan mudah mengembangkan kemampuan yang dimiliki siswa dengan melalui kemampuan representasi matematis. Ramziah (2016) juga menyatakan bahwa dengan kemampuan representasi matematis membantu siswa untuk memahami prinsip dan konsep matematika dengan lebih dalam yang berguna untuk penyederhanaan dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Namun kenyataan di lapangan mengenai kemampuan representasi matematis siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika masih kurang optimal (Dores, Sudin, & Maulana, 2017). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariani (2017) menunjukkan kemampuan representasi siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika masih tergolong masih sangat kecil. Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk melihat profil kemampuan representasi matematis siswa secara mendalam melalui soal-soal tipe PISA konten perubahan dan hubungan yang pernah dikembangkan dan divalidasi oleh ahli pada bidang PISA.
METODE
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yang mendeskripsikan profil kemampuan representasi matematis siswa saat menyelesaikan soal tipe PISA. Adapun, tempat pelaksanaan penelitian adalah SMK Diponegoro, Depok, Yogyakarta pada Semester Gasal Tahun Ajaran 2018/2019. Selanjutnya, siswa kelas X SMK Diponegoro, Depok, Yogyakarta, yang berjumlah 6 orang menjadi subjek yang diambil dalam penelitian ini. Pemilihan subjek menggunakan teknik purposive sampling dengan pertimbangan dan saran dari guru kelas.
Penelitian ini melaksanakan prosedur yang meliputi tiga tahap yaitu persiapan, pelaksanaan, dan analisis data. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan instrumen berupa soal tes tipe PISA konten perubahan dan hubungan serta peneliti itu sendiri dengan teknik pengumpulan datanya menggunakan tes essay, wawancara, dan observasi. Data dianalisis dengan teknik kualitatif, yaitu mereduksi data, menyajikan data, hingga menarik kesimpulan melalui teknik triangulasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat tiga tahapan dari prosedur yang digunakan dalam penelitian ini. Tahap pertama yaitu persiapan dengan mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan soal-soal matematika tipe PISA pada konten perubahan dan hubungan dan mempersiapkan soal tes tipe PISA konten perubahan dan hubungan yang pernah dikembangkan dan divalidasi oleh pakar PISA sebagai alat untuk mengukur kemampuan yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal tipe PISA. Selain itu juga dilakukan beberapa kegiatan seperti menghubungi kepala sekolah terlebih dahulu, kemudian menemui guru mata pelajaran matematika yang ada di sekolah tempat penelitian untuk selanjutnya menyusun jadwal penelitian begitu juga prosedur kerjasama bersama guru kelas di sekolah tersebut. Tahap kedua yaitu pelaksanaan tes, wawancara, dan observasi yang dilakukan pada bulan November di SMK Diponegoro Depok, Sleman, Yogyakarta kelas X. Tahap ketiga yaitu menganalisis data seperti yang terlihat pada Tabel 1. Data tersebut diperoleh dari hasil tes yang telah dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal tipe PISA.
Tabel 1. Daftar Nilai Tes Siswa
| Responden | Soal 1 | Soal 2 | Total | Kesimpulan |
| A | 50 | 45 | 95 | Tinggi |
| B | 40 | 40 | 80 | Tinggi |
| C | 45 | 25 | 70 | Sedang |
| D | 45 | 20 | 65 | Sedang |
| E | 25 | 0 | 25 | Rendah |
| F | 20 | 0 | 20 | Rendah |
Berdasarkan Tabel 1, diperoleh data sebanyak 6 siswa dan 2 jumlah butir soal dengan masing-masing soal diberikan skor maksimal 50, persentase soal pertama yang menjawab benar sebesar 75,00%, sementara persentase soal kedua yang menjawab benar sebesar 43,33%, sehingga persentase skor total yang diperoleh adalah 59,17%. Selanjutnya, dari nilai tes siswa pada Tabel 1 tersebut diambil 3 siswa dari tingkat kemampuan representasi yang berbeda yang diperoleh dari pengklasifikasian tingkat kemampuan representasi tinggi, sedang dan rendah. Kemudian 3 siswa subjek penelitian diwawancarai mengenai tes. Selanjutnya peneliti melakukan reduksi data, penyajian data berupa gambar atau tabel dan menarik kesimpulan. Setelah semua data disimpulkan maka tahap terakhir penelitian ini peneliti melakukan triangulasi data. Sebagai tambahan, siswa dengan kemampuan tinggi lebih memahami soal yang diberikan dan mampu menafsirkan terkait pertanyaan yang disajikan berdasarkan informasi yang ada pada soal, seperti penjelasan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Triangulasi Subjek Penelitian I
| Butir Soal | Hasil Analisis Tes | Hasil Analisis Wawancara | Hasil Analisis Observasi |
| 1 | Siswa telah memahami maksud informasi yang ada dalam soal dengan baik dan mampu menafsirkan dalam bentuk jawaban yang benar. | Siswa telah memahami maksud informasi dan pertanyaan yang ada dalam soal. | Siswa telah mampu mendeskripsikan apa yang dibutuhkan untuk mempermudahnya dalam proses penyelesaian. |
| 2 | Siswa telah mampu memahami maksud pertanyaan yang ada pada soal dengan baik disertai penjelasan yang tepat. | Siswa telah mampu memahami maksud pertanyaan yang ada dalam soal. | Siswa telah mampu menjawab pertanyaan dengan hasil yang benar disertai alasan yang tepat. |
Tabel 3 menunjukkan bahwa dalam mengerjakan soal matematika tipe PISA, siswa mengalami kendala karena materi yang ditanyakan pada soal masih belum terlalu dipahami oleh siswa. Tentunya kendala tersebut berbeda-beda, khususnya ketika mengerjakan soal cerita dengan penjelasan soal yang membutuhkan cara berpikir yang lebih tinggi untuk memahaminya. Siswa yang memiliki kemampuan lebih tinggi akan mudah memahami dan menafsirkan pertanyaan yang disajikan, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan sedang akan sedikit mengalami kendala dalam menuliskan hasil akhir karena cenderung tergesa-gesa, kurang mampu memahami soal, dan kurang teliti saat menuliskan jawaban, sehingga menyebabkan ketidaktepatan dalam menguraikan jawaban.
Tabel 3. Hasil Triangulasi Subjek Penelitian II
| Butir Soal | Hasil Analisis Tes | Hasil Analisis Wawancara | Hasil Analisis Observasi |
| 1 | Siswa telah memahami maksud informasi yang ada dalam soal dengan baik, walaupun kurang tepat dalam menuliskan hasil akhir. | Siswa telah memahami maksud informasi dan pertanyaan yang ada dalam soal. | Siswasudah bisa menggambarkan apa yang dibutuhkan untukmempermudahnya dalam proses penyelesaian |
| 2 | Siswa telah mengerjakan soal, namun jawaban dan penjelasan yang ditulis belum tepat. | Siswa belum mampu memberikan penjelasan dari jawaban secara tepat. | Siswa sudah dapat menjawab pertanyaan dengan hasil benar, namun dengan alasan yang kurang tepat. |
Siswa dengan kemampuan rendah cenderung tergesa-gesa dalam mengerjakan soal yang diberikan dan kurang memahami informasi yang diberikan pada soal, sehingga jawaban yang diberikan salah dan beranggapan bahwa soal yang diberikan sangat sulit. Selanjutnya, dalam kegiatan belajar mengajar, guru ketika menyampaikan pelajaran tentang soal matematika, hendaknya guru melibatkan seluruh siswa agar ikut aktif dalam proses pembelajaran, sehingga kemampuan siswa dapat terlatih dan dapat ditingkatkan agar siswa tidak kesulitan ketika menjawab soal khususnya soal tipe PISA. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat hasil triangulasi dari subjek penelitian III seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Triangulasi Subjek Penelitian III
| Butir Soal | Hasil Analisis Tes | Hasil Analisis Wawancara | Hasil Analisis Observasi |
| 1 | Siswa telah menulis informasi yang ada pada soal, namun salah dalam menghitung. | Siswa kurang teliti dalam mengoperasikan. | Siswa sudah bisa menggambarkan apa yang dibutuhkan untukmempermudahnya dalam proses penyelesaian. |
| 2 | Siswa tidak menulis jawaban atas pertanyaan pada soal. | Siswa tidak mampu menuliskan jawaban pada soal. | Siswa tidak memahami apa yang dimaksud dari pertanyaan yang ada. |
Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Saputro (2018) bahwa siswa dengan kemampuan tinggi mampu menuliskan dan merumuskan masalah nyata atau informasi yang terkait dalam soal. Siswa dengan kemampuan cukup atau sedang, dalam mengerjakan soal yang telah diberikan sudah mampu menuliskan informasi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Sementara siswa dengan kemampuan kurang atau rendah, belum mampu menyelesaikan soal dengan pekerjaan dan hasil yang benar, siswa hanya mampu menuliskan informasi, namun gagal dalam menemukan hasil akhir. Sangat sedikit sekali siswa yang memiliki kemampuan mengevaluasi atau mengecek kembali, banyak siswa masih pada tingkatan tidak literer belum mampu melakukan evalusi kembali dari soal yang telah dikerjakan. Ulasan mengenai soal tipe PISA dalam konten perubahan dan hubungan bagi siswa diharapkan bisa memperkaya variasi soal matematika dengan alternatif penggunaan soal-soal tipe PISA yang pernah dikembangkan agar dapat memotivasi mereka untuk melatih kemampuan representasi dan membiasakan mereka untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah matematika.
KESIMPULAN
Siswa dengan kemampuan tinggi lebih mudah memahami soal tipe PISA konten perubahan dan hubungan yang disajikan dan mampu menafsirkan terkait pertanyaan yang disajikan berdasarkan informasi yang ada pada soal dengan baik dan benar. Siswa dengan kemampuan sedang mengalami kendala dalam menuliskan hasil akhir karena cenderung tergesa-gesa, kurang mampu memahami soal, dan kurang teliti saat menuliskan jawaban serta memberikan kesimpulan. Sementara siswa yang memiliki kemampuan rendah cenderung ingin menjawab pertanyaan dengan cepat sehingga tidak menuliskan informasi yang ada dan tidak teliti saat menyelesaikan soal tipe PISA konten perubahan dan hubungan, sehingga salah dalam menjawab soal. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan soal tipe PISA konten perubahan dan hubungan, kemampuan representasi matematika yang dimiliki siswa masih tergolong rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Argina, A. W., Mitra, D., Ijabah, N., & Setiawan, R. (2017, June). Indonesian Pisa Result: What Factors And What Should Be Fixed?. In Proceedings Education and Language International Conference (Vol. 1, No. 1).
Ariani, N. (2017). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Dan Motivasi Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Di Kelas VII SMP Negeri 1 Torgamba Tahun Pelajaran 2016/2017. Jurnal Pembelajaran Dan Matematika SIGMA, 3(1), 38-47.
Dores, D., Sudin, A., & Maulana, M. (2017). Penerapan Pendekatan Investigatif Berstrategi Quantum Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa. Jurnal Pena Ilmiah, 2(1), 1131-1140.
Fatmawati, D. (2016). Pengembangan soal matematika model PISA like pada konten change and relationship untuk siswa sekolah menengah pertama. MATHEdunesa, 2(5).
Hendroanto, A., Istiandaru, A., Syakrina, N., Setyawan, F., Prahmana, R. C. I., & Hidayat, A. S. E. (2018). How Students Solves PISA Tasks: An Overview of Students’ Mathematical Literacy. International Journal on Emerging Mathematics Education, 2(2), 129-138.
Hidayah, I. Dwijanto, & Istiandaru, A. (2018). Manipulatives and Question Series for Elementary School Mathematics Teaching on Solid Geometry. International Journal of Instruction, 11(3), 649-662.
Laila, N., Hidayat, W., & Hendriana, H. (2018). Kemampuan Representasi Matematis dan Keaktifan Belajar Siswa SMP. JPMI (Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif), 1(3), 395-400.
Lestari, E., Waluya, B., & Siswanto, B. (2018, February). Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematika dan Kerja Sama Siswa SMAN 4 Semarang Melalui Model. In PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika (Vol. 1, pp. 582-587).
Muhamad, N. (2017). Pengaruh Metode Discovery Learning untuk Meningkatkan Representasi Matematis dan Percaya Diri Siswa. Jurnal Pendidikan UNIGA, 10(1), 9-22.
Nur, M. (2017). Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Matematika Realistik Menggunakan Fisikal Manipulatif Dan Virtual Manipulatif Di Kelas Viii Smp Negeri Tanjung Balai (Doctoral dissertation, UNIMED).
OECD (2017), PISA 2015 Assessment and Analytical Framework: Science, Reading, Mathematic, Financial Literacy and Collaborative Problem Solving, revised edition, PISA, OECD Publishing, Paris.
Oktaviana, D. V., Syafrimen, S., & Putra, R. W. Y. (2018). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas IX MTs Dalam Menyelesaikan Soal Model PISA Pada Konten Perubahan dan Hubungan. JES-MAT (Jurnal Edukasi dan Sains Matematika), 4(1), 47-56.
Oktiningrum, W., Zulkardi, Z., & Hartono, Y. (2016). Developing Pisa-like Mathematics Task with Indonesia Natural and Cultural Heritage as Context to Assess Students Mathematical Literacy. Journal on Mathematics Education, 7(1), 1-8.
Putra, Y. Y., Zulkardi, Z., & Hartono, Y. (2016). Pengembangan Soal Matematika Model PISA Konten Bilangan untuk Mengetahui Kemampuan Literasi Matematika Siswa. Jurnal Elemen, 2(1), 14-26.
Ramziah, S. (2016). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelas X2 SMAN 1 Gedung Meneng Menggunakan Bahan Ajar Matriks Berbasis Pendekatan Saintifik. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2), 138-147.
Rusilowati, A., Kurniawati, L., Nugroho, S. E., & Widiyatmoko, A. (2016). Developing an Instrument of Scientific Literacy Assessment on the Cycle Theme. International Journal of Environmental and Science Education, 11(12), 5718-5727.
Saputro, R., Murtiyasa, B., & Kom, M. (2018). Analisis Kemampuan Literasi Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Soal Tipe PISA 2015 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Stacey, K. (2011). The PISA view of mathematical literacy in Indonesia. Journal on Mathematics Education, 2(2), 95-126.
Wardani, A. K., Zulkardi, Z., & Hartono, Y. (2017). Pengembangan Soal Matematika Model Pisa Level 5 Untuk Program Pengayaan SMP. Jurnal Pendidikan Matematika RAFA, 3(1), 1-18.
Wijaya, A. (2015). Context-based mathematics tasks in Indonesia: Toward better practice and achievement. Utrecht University.
Zulkardi, Z., & Kohar, A. W. (2018, January). Designing PISA-Like Mathematics Tasks In Indonesia: Experiences and Challenges. In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 947, No. 1, p. 012015). IOP Publishing.
Zulkardi, Z., & Santoso, B. (2015). Kajian Soal Buku Teks Matematika Kelas X Kurikulum 2013 Menggunakan Framework PISA. Jurnal Pendidikan Matematika, 9(2), 188-206.